Guru di Daerah Terpencil di Banjar Tetap Semangat Mengajar

Empat dari tujuh tenaga pengajar di MI Bantarsari, Dusun Cikapundung, Desa Neglasari, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, yang tetap semangat mengabdikan dirinya mengajar, meskipun honor yang mereka terima jauh dari kata cukup.

Sejumlah guru yang mengajar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bantarsari, Dusun Cikapundung, Desa Neglasari, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, setiap harinya harus menempuh perjalanan cukup jauh untuk bisa sampai tepat waktu ke tempat mereka mengajar.

Maklum saja, 99 persen tenaga pengajar di sekolah yang sederhana itu berasal dari luar, sedangkan Dusun Cikapundung sendiri lokasinya berada di pelosok yang merupakan salah satu daerah terpencil di Kota Banjar.

Photo: Eva Latifah/HR.
Hanya saja, jasa serta pengabdian para guru berstatus tenaga honorer dan suka relawan (sukwan) itu belum sepenuhnya dihargai. Mereka hanya mendapatkan honor yang jauh di bawah upah minimum kota (UMK) para buruh sekalipun. Padahal, beban mereka begitu berat lantaran tak banyak guru yang mau mengabdi di daerah pelosok, terlebih pada sekolah swasta.

Entin Haryati, misalnya, salah satu guru yang sudah mengabdi di MI Bantarsari selama 20 tahun itu tetap semangat mengajar, meskipun honor yang diterimanya setiap bulan kurang dari Rp.500 ribu.

“Sebelum mengajar di MI Bantarsari, saya dulu mengajar di MI Purwaharja selama 10 tahun. Kemudian diminta untuk mengajar di MI Bantarsari, sampai sekarang ini sudah ada 20 tahun di sini,” tutur warga Junti, Desa Balokang, Kecamatan Banjar, yang juga sebagai ketua RT di lingkungannya itu, kepada Koran HR, Sabtu pekan lalu.

Entin mengaku tetap bertahan dalam dunia pendidikan meski dengan kesejahteraan yang sangat terbatas tiada lain karena ingin mengabdikan diri melalui mengajar. Terlebih mengajar anak-anak di sekolah sederhana yang jauh dari pusat kota. Bahkan, total jumlah murid dari kelas 1-6 di sekolah itu hanya ada 34 orang.

Dia juga menceritakan, dulu tak jarang dirinya harus berjalan kaki dari rumahnya menuju ke lokasi sekolah. Karena memang akses menuju ke MI Bantarsari tidak dilalui kendaraan umum/angkot.

“Kalau sekarang berangkatnya sama anak saya pakai motor. Kebetulan anak saya juga kini sama-sama mengajar di MI Bantarsari,” katanya.

Entin mengungkapkan, walaupun honor dari mengajar sangat minim, namun dirinya bersyukur penghasilannya itu bisa barokah. Bahkan, anaknya yang kini ikut mengajar di MI Bantarsari pun sudah mengenyam pendidikan hingga lulus sarjana.

Selama 20 tahun mengajar di sekolah tersebut, berbagai suka duka tentu sudah dialaminya. Namun dirinya bersyukur antusias masyarakat Dusun Cikapundung untuk menyekolahkan anaknya di MI Bantarsari cukup tinggi.


“Dulu di sini muridnya terbilang banyak sampai 80-an, bahkan MI Bantarsari ini jadi sekolah center karena wilayah Cikapundung ini lokasinya berbatasan dengan Pamarican dan Binangun. Jadi muridnya ada yang dari Binangun dan Pamarican,” terangnya.

Tapi setelah Dusun Cikapundung masuk ke wilayah Desa Neglasari, Kota Banjar, maka siswa pun jadi berkurang. Karena, masyarakat di daerah Binangun dan Pamarican berpandangan bahwa sekarang MI Bantarsari sudah beda wilayah.

Sebelumnya Cikapundung masuk ke wilayah Pamarican, Kabupaten Ciamis. Daerah Cikapundung sendiri menjadi dusun paling baru yang masuk ke wilayah Desa Neglasari, Kota Banjar.

Pendapat serupa diungkapkan Yuyun, tenaga pengajar lainnya di MI Bantarsari. Menurut dia, uang tidak menjadi tolak ukur, sebab mengajar adalah pengabdian untuk ikut mencerdaskan anak bangsa, terutama yang berada di daerah pelosok.

“Walaupun honor kecil tapi Alhamdulillah barokah, saya bisa sampai kuliah. Uang tidak jadi tolak ukur, besar kecilnya yang kita dapat apakah bisa bermanfaat atau enggak, itu tergantung kita memanfaatkannya,” ujar Yuyun.

Meski demikian, Yuyun maupun tenaga pengajar lain di MI Bantarsari yang statusnya sudah sarjana, tak menampik kalau mereka memang memiliki harapan untuk bisa diangkat sebagai guru PNS.

“Ya mudah-mudahan ke depannya bagi guru sarjana ada infasi, peningkatan supaya bisa diangkat. Sekarang kita jalani dengan ikhlas, tetap semangat mengabdikan diri mencerdaskan anak-anak di Dusun Cikapundung ini,” kata Yuyun.

Kepala MI Bantarsari, Muhammad Nurjamil, S.Pd.I,. menambahkan, untuk membayar honor guru berikut kepala sekolah sebanyak 8 orang itu diambil dari BOS yang diterima sekolah Rp.28.800.000 per tahun.

Selain itu, biaya operasional sekolah juga didapat dari bantuan komite melalui Program Infak Padi, yakni setiap Kepala Keluarga (KK) di Dusun Cikapundung menyumbangkan 5 kilogram padi atau jika diuangkan senilai Rp.25 ribu per 6 bulan/per semester atau untuk satu kali panen.

“Ini sumbangan dari seluruh warga Dusun Cikapundung, dan program tersebut sudah berjalan satu tahun. Hal itu untuk menambah biaya operasional sekolah dalam setiap tahunnya. Walaupun MI Bantarsari ini sekolah swasta di bawah naungan Yayasan Darul Ikhlas, namun sekolah di sini juga sama gratis,” tuturnya.

Nurjamil juga berharap kepada pemerintah, terutama unsur terkait, mengupayakan untuk membantu memberikan tunjangan fungsional, khususnya bagi guru di MI Bantarsari supaya meningkat.

“Untuk tenaga pengajar, saya juga berharap tetap bersabar dan tetap semangat dalam mengajar untuk menciptakan atau mencetak anak-anak yang cerdas,” pungkasnya. 

*harapanrakyat/Eva/Koran HR

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....

Salam Pak Pandani

Lebih baru Lebih lama