Siapa Sesungguhnya Guru?

Oleh: Agus Susilohadi 

(Kepala Subdirektorat Program dan Evaluasi Diktendik)

"Seseorang yang berperan memberikan ilmu dan pengetahuan kepada kita."

Terlalu enteng jawaban ini menurut saya. Kalau sekedar pinter membagi pengetahuan saja, rasanya semua wartawan, penulis buku, penjual obat, semua orang yang mengajari Anda membaca, menulis, berhitung, mengenal alam, dan sebagainya, bahkan semua orang di pinggir jalan, termasuk saya yang sering sok tahu ini bisa disebut guru juga.


Apa orang seperti saya pantas kamu berikan penghargaan dan penghormatan tinggi sebagai guru? Lha kok enak banget.

Memang sih, kalau cuma berbekal asumsi paling dasar bahwa aktivitas pemberi ilmu pengetahuan adalah guru, tak bedanya memandang bahwa semua dokter adalah penyembuh. Tak bedanya juga dengan melihat bahwa semua orang yang berprofesi sebagai guru adalah guru.

Tapi sekali lagi, benarkah setiap orang yang berprofesi sebagai pengajar di sekolah, lalu ia memiliki hak spiritual sebagai guru?

Pertanyaan semacam ini lumayan mengganggu kepala saya, hanya gara-gara beberapa kali saya menyaksikan beberapa kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada muridnya. Menurut banyak orang, kekerasan dalam mendidik murid di sekolah dalam batas tertentu tak jadi soal, bahkan diperlukan. Sementara ada pendapat lain, bahwa di zaman ini hukuman fisik tak lagi cocok sebagai metode di sekolah-sekolah formal. Guru adalah orangtua kita di sekolah. Mereka berhak mendidik kita bukan cuma dengan lemah lembut, kasih sayang, tapi juga harus bisa.tegas mengambil tindakan yang mendidik, dan ini dilindungi undang-undang.

Hidup terus berjalan, dunia terus berubah, ilmu pengetahuan terus berkembang. Ketika psikologi sudah menemukan bahwa metode-metode kekerasan ternyata kontraproduktif bagi pembentukan karakter anak-anak pada masa pertumbuhan, semestinya arus pengetahuan mutakhir ya mesti diikuti. Lha wong namanya saja sekolah.

Dalam segala perkembangan tersebut, apa-apa yang di "zaman saya dulu..." tampak baik, sekarang bisa jadi tak relevan lagi. Bukankah memang dengan cara seperti itu dialektika pengetahuan berjalan?

Kita juga tak boleh lupa, bahwa guru-guru di masa lalu yang sangat kita muliakan itu adalah guru-guru yang berbeda dengan guru di zaman sekarang. Guru zaman dulu hidup matinya habis untuk membagi ilmu, dalam ketulusan dan kesederhanaan, mengabdikan hidupnya demi pengetahuan. Guru zaman sekarang adalah guru-guru yang berhadapan dengan sertifikasi, dengan rapelan gaji, dengan kredit kenaikan pangkat dan golongan. Ini tantangan kalian.

Jangan emosi dulu. Saya paham kok, bahwa soal kesederhanaan, masih sangat banyak guru kita yang ada di posisi ini. Namun secara umum, profesi guru di zaman ini adalah peran yang sudah diposisikan secara profesional. Karena itu, tindakan-tindakan yang bersifat tidak profesional semestinya sah-sah saja untuk dipersoalkan.

Ada yang protes "kamu ngomong gampang mas! Emangnya kamu pernah jadi guru? Zaman sudah berubah, anak-anak sekarang emang banyak yang kurang ajar, dan kamu seenak udelmu ngasih teori ini-itu!"

Saya memang bukan guru, tapi orangtua saya guru, kakak-kakak saya guru, saya bekerja mengelola "pabrik guru", dan saya tahu pasti bagaimana suka-duka keluarga guru. Itu satu. Kedua, saya punya anak. Saya tidak ingin menyerahkan anak saya untuk diajar oleh guru yang nggak profesional, yang malas memahami akar masalah penyebab seorang anak jadi "kurang ajar", sambil berlindung di balik predikat "guru" yang penuh kemuliaan.

Dan kemuliaan itu ada pada karakter, sikap dan tindakan, bukan pada predikat. Nggak gampang kan jadi guru? Jadi siapa sebenarnya yang layak disebut guru?

Susah saya menjelaskan sosok eksplisitnya. Tapi ada keyakinan dan harapan dalam diri saya, insyaallah salah satunya adalah Guru Garis Depan. Sebab saya tahu persis, seperti apa kalian diproses hingga sampai tahap ini.



Selamat Datang di Jakarta Calon Guru Garis Depan II

Ini tahapan penting dalam perjalanan hidup kalian. Tetaplah fokus pada jalur niat mulia kita membaktikan diri untuk negeri. Banyak yang harap-harap cemas menunggu kehadiran kalian di sana. Tetapkan hati, jalani dan nikmati prosesnya. Di ujung sana ada kemuliaan yang segera menyongsongmu. Amin.

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....

Salam Pak Pandani

Lebih baru Lebih lama