Soal USBN Bocor, Pemerintah Harus Adakan Evaluasi


Pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) masih karut-marut. Selain terkesan dipaksakan, pemerintah pusat, daerah dan pihak sekolah juga terbukti tak mampu menjaga esensi dari sebuah ujian, yakni menumbuhkan sikap jujur. Pasalnya, penyelenggaraan ujian yang menjadi sarana penentu kelulusan siswa dan untuk mengukur kualitas akademik sekolah itu masih diwarnai kebocoran soal.

Sekertaris Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti menilai, pelaksanaan USBN untuk jenjang SMP sederajat pekan lalu menjadi contoh konkret bahwa pemerintah masih gagal menghilangkan beragam proses kecurangan. Menurut dia, kecurangan tersebut membuat guru, tenaga kependidikan dan siswa menjadi korban. Stigma terhadap guru semakin menguat meskipun pihak yang membocorkan soal diduga kuat berasal dari lembaga bimbingan belajar.

“Intinya (kebocoran soal dan kunci jawaban) sudah kami kasih data yang paling valid kepada Kemendikbud. Atas dasar banyak pertimbangan, kami tidak ingin guru dan siswa yang dihukum. Karena biasanya kalau terjadi kecoboran, pihak yang dihukum lari ke mereka (guru dan siswa). Kami ingin pemerintah melakukan perbaikan ke depan. Jadi ada evaluasi USBN. Bentuk evaluasinya seperti apa, tentu akan berbeda pandangan,” ujar Retno di Jakarta, Kamis, 30 Maret 2017.

Ia menyatakan, dengan mekanisme USBN, ujian sekolah menjadi rawan intervensi. Pasalnya, pemerintah pusat dan daerah terlibat langsung dalam pembuatan soal. Menurut dia, mekanisme ujian sekolah tahun lalu, saat tak disusupi soal yang menjadi penanda kualitas nasional, kualitasnya jauh lebih baik. “Kalau FSGI menilai USBN ini seperti UN yang persoalannya dipindahkan ke daerah. Kecurangannya tetap ikut. Kenapa pakai nomenklatur USBN ada nasionalnya. Kami guru yang tahu kondisi anak harus diteskan seperti apa. Ada bukti ujian sekolah sebelum jadi USBN tak bocor sama sekali,” katanya.

Ia menyatakan, pemerintah belum memberikan kepercayaan penuh kepada guru terkait ujian sekolah. Hal itu ditandai dengan adanya 20-25 persen materi soal dari pusat. Menurut dia, guru yang tergabung dalam Musyarawah Guru Mata Pelajaran (MGMP), yang pada dasarnya dipercaya untuk membuat soal USBN, pada kenyataanya hanya bertugas menyusun soal yang telah dibuat pemerintah pusat.

“Pemerintah kalau ingin menyerahkan pada guru, serahkan saja semua. Memberikan kepercayaan penuh kepada MGMP. Kami yakini USBN itu bukan wewenang sekolah. Sekolah cuma melakukan sosialisasi, fotokopi soal dan mengawal pelaksanaan USBN. Sekolah bukan yang merancang soal. Yang merancang pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Hanya segelintir guru saja yang terlibat. Banyak guru yang bilang, dari 40 soal, mereka hanya suruh bikin 7. Yang keluar hanya 1 soal. Itu artinya guru tak mungkin membocorkan, karena terpencar-pencar soal yang dipilih,” katanya.

Retno menegaskan, kegagalan penyelenggaraan USBN harus menjadi pertimbangan kuat begi pemerintah untuk kembali mengeluarkan wacana moratorium Ujian Nasional (UN). Menurut dia, tak ada yang bisa menjamin pelaksanaan UN pada bulan depan akan terbebas dari segala bentuk kecurangan. “Ya kami kembali menyuarakan moratorium UN. Siapa yang bisa menjamin UN tak bocor meskipun sekarang akan pakai komputer (UNBK)?,” ucapnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengaku akan menindaklanjuti temuan FSGI tersebut dan melakukan evaluasi penyelenggaraan USBN. “Mulai sekarang praktik tidak terpuji semacam itu harus dikikis habis. Itu bagian dari revolusi mental di sektor pendidikan. Saya tahu hal itu tidak mudah. Tapi saya yakin kalau sudah menjadi kesepakatan dan tekad bersama semua pasti bisa,” ujarnya.

Sumber: pikiran-rakyat

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....

Salam Pak Pandani

Lebih baru Lebih lama