Program Sarjana Mengajar Distop


Indonesia Kekurangan 300 Ribu Guru 

JAKARTA – Program sarjana mengajar di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (SM3T) hanya bertahan lima tahun. Program yang berjalan sejak 2012 itu akhirnya dihentikan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sebanyak 3.007 peserta SM3T yang sekarang berada di daerah penempatan adalah angkatan pemungkas.

Direktur Pembelajaran Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti Paristiyanti Nurwardani men­ jelaskan, pengganti SM3T adalah program mencetak guru profesional berbasis sistem hybrid atau campuran/kombinasi. SM3T adalah program mencetak guru profesional dan berkualitas untuk daerah pinggiran. Namun, pada kenyataannya, yang membutuhkan guru profesional dan berkualitas bukan hanya daerah terluar, terdepan, dan tertinggal. 

Kebutuhan guru saat ini 300 ribu orang, sedangkan kuota peserta SM3T hanya 3.000 orang per tahun. Jika kekurangan guru profesional dan berkualitas itu hanya diisi melalui skenario SM3T, dibutuhkan waktu seratus tahun atau seabad untuk memenuhinya. 

Pengiriman guru SM3T tersebut tidak sesuai dengan UndangUndang (UU) Guru dan Dosen. Dalam UU itu ditegaskan, guru dan dosen yang boleh mengajar adalah pemegang sertifikat pendidik. Padahal, para peserta SM3T belum mengantongi sertifikat pendidik. ”Kami siapkan tiga jenis pengisian kekurangan guru. Harapannya, di akhir Kabinet Kerja pada 2019 nanti bisa terisi signifikan,” kata Paristiyanti.

Pertama, mengalokasikan 3.500 guru produktif untuk ditempatkan di SMK. Kedua, menuntaskan proses pendidikan 3.007 peserta SM3T yang sedang berjalan saat ini. Pengisian ketiga adalah menyiapkan 3.500 guru untuk meng­ ajar di jenjang SD dan SMP. 

Dengan gabungan tiga skenario itu, pemerintah bisa menghasilkan guru profesional dan berkualitas sebanyak 10 ribu orang. Belum lagi ditambah dengan program pengalihan dari guru adaptif menjadi guru produktif. Ratarata setiap tahun dialokasikan kuota pengalihan untuk 10 ribu sampai 15 ribu guru. 

Guru besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab berpikiran lain. Menurut dia, program SM3T sebaiknya dilanjutkan. Adanya rencana pengisian guru dengan skema lain seharusnya tidak sampai menghapus program SM3T. 

Menurut Rochmat, memang benar yang boleh mengajar itu adalah guru dengan sertifikat pendidik. Tetapi, itu tidak berarti program SM3T melanggar UU. Sebab, status peserta SM3T bukan guru utama. ”Mereka statusnya nyantrik kepada guru tetap yang ada di sekolah,” katanya. 

Namun, yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya. Peserta SM3T justru beralih fungsi menjadi guru utama. Sedangkan guru tetap malah jarang datang ke sekolah. Rochmat menyamakan SM3T dengan program koas atau profesi dokter. ”Calon dokter nyantrik dulu ke dokter profesional. Sama dengan peserta SM3T yang berguru dulu ke guru tetap,” tuturnya. (wan/c9/ca)

Sumber: Jawa Pos · 15 Apr 2017


Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....

Salam Pak Pandani

Lebih baru Lebih lama