A. Gerakan
Kemendikbud merancang aturan tentang penumbuhan budi pekerti ini sebagai gerakan. Gerakan berarti menjadikan aturan ini sebagai milik bersama (lebih detail ada di bagian III). Dalam buku panduan ini kami memberikan keleluasaan kepada pembaca untuk mengisi contoh-contoh pembiasaan baik di sekitar lingkungan pembaca sekalian. Karena memang, penumbuhan budi pekerti tak cukup hanya diterapkan di sekolah. Ia adalah proses menyeluruh. Dari sisi tempat, berarti dipraktikkan di sekolah, rumah, maupun lingkungan sekitar; dari sisi waktu, berarti senantiasa dilaksanakan setiap waktu; dari sisi pelaku, berarti dilakukan oleh semua pelaku pendidikan.
B. Penumbuhan
Bukan tanpa alasan Kemendikbud menggunakan istilah penumbuhan, bukannya penanaman. Menanam bermakna menaruh bibit atau benih ke dalam tanah. Artinya, ada campur tangan pihak lain dalam prosesnya. Sementara itu, menumbuhkan berarti memelihara sesuatu agar tumbuh semakin besar. Kemendikud meyakini bahwa pada dasarnya setiap siswa memiliki bibit-bibit nilai positif. Mereka tentu tahu apa itu kejujuran, sopan santun, kebaikan, menolong teman, dan sebagainya. Karena sudah ada di dalam diri siswa, maka menjadi tugas kita bersama untuk membuat lingkungan agar nilai-nilai positif yang ada dalam anak itu tumbuh dengan baik, sehingga membuahkan perilaku yang berbudi pekerti. Caranya dengan menciptakan iklim sekolah dan lingkungan yang lebih baik, agar semua warganya turut berbudi pekerti.
C.Budi Pekerti
Budi pekerti merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kepribadian seseorang itu
baik. Istilah lainnya adalah adab atau akhlak. Kita melihat seseorang berbudi pekerti baik
bila memang dia telah memiliki kebiasaan Melalui Permendikbud No. 23 Tahun 2015 ini Kemendikbud mendorong agar semua pelaku pendidikan memiliki budi pekerti. Karena sudah ada di dalam diri siswa, maka menjadi tugas kita bersama untuk membuat lingkungan agar nilai-nilai positif yang ada positif dalam sekujur hidupnya. Ini bukan proses sehari jadi. Seorang disebut sebagai jujur, contohnya, karena dia telah menjalani kesehariannya dengan nilai-nilai kejujuran.dalam anak itu tumbuh dengan baik, sehingga membuahkan perilaku yang berbudi pekerti. Caranya dengan menciptakan iklim sekolah dan lingkungan yang lebih baik, agar semua warganya turut berbudi pekerti.
D. Non-Kurikuler
Namun, GPBP ini tak dimasukkan ke intra kurikuler. Selain akan membuat tas seorang anak lebih berat, jika GPBP ini dimasukkan ke intra kurikuler maka hanya akan dilihat sebagai pengetahuan. Padahal GPBP itu bukan sekadar pengetahuan, tapi juga perilaku sehari-hari. Misalnya, seseorang yang memiliki karakter jujur itu tentu telah melalui proses kebiasaan jujur. Kebiasaan itu dia jalankan terus menerus sehingga membentuk karakternya, dan kemudian menjelma menjadi budaya jujur. Melihat pola ini, maka pendidikan harus memasukkan proses pembiasaan. Secara bahasa, pembiasaan berarti proses agar sesuatu menjadi biasa. Dalam pepatah, “alah bisa karena biasa”. Biasa adalah kata
sifat yang bermakna sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari; sudah menjadi adat.
Jika jujur hanya diajarkan lewat intra kurikuler, maka hanya akan menjadi pengetahuan.
Ketika diuji nilainya tentu tinggi. Namun, pada praktiknya seringkali tak muncul. Karena itu, dalam GPBP ini Kemendikbud menggunakan jalur non-kurikuler.
Kemendikbud merancang aturan tentang penumbuhan budi pekerti ini sebagai gerakan. Gerakan berarti menjadikan aturan ini sebagai milik bersama (lebih detail ada di bagian III). Dalam buku panduan ini kami memberikan keleluasaan kepada pembaca untuk mengisi contoh-contoh pembiasaan baik di sekitar lingkungan pembaca sekalian. Karena memang, penumbuhan budi pekerti tak cukup hanya diterapkan di sekolah. Ia adalah proses menyeluruh. Dari sisi tempat, berarti dipraktikkan di sekolah, rumah, maupun lingkungan sekitar; dari sisi waktu, berarti senantiasa dilaksanakan setiap waktu; dari sisi pelaku, berarti dilakukan oleh semua pelaku pendidikan.
B. Penumbuhan
Bukan tanpa alasan Kemendikbud menggunakan istilah penumbuhan, bukannya penanaman. Menanam bermakna menaruh bibit atau benih ke dalam tanah. Artinya, ada campur tangan pihak lain dalam prosesnya. Sementara itu, menumbuhkan berarti memelihara sesuatu agar tumbuh semakin besar. Kemendikud meyakini bahwa pada dasarnya setiap siswa memiliki bibit-bibit nilai positif. Mereka tentu tahu apa itu kejujuran, sopan santun, kebaikan, menolong teman, dan sebagainya. Karena sudah ada di dalam diri siswa, maka menjadi tugas kita bersama untuk membuat lingkungan agar nilai-nilai positif yang ada dalam anak itu tumbuh dengan baik, sehingga membuahkan perilaku yang berbudi pekerti. Caranya dengan menciptakan iklim sekolah dan lingkungan yang lebih baik, agar semua warganya turut berbudi pekerti.
C.Budi Pekerti
Budi pekerti merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kepribadian seseorang itu
baik. Istilah lainnya adalah adab atau akhlak. Kita melihat seseorang berbudi pekerti baik
bila memang dia telah memiliki kebiasaan Melalui Permendikbud No. 23 Tahun 2015 ini Kemendikbud mendorong agar semua pelaku pendidikan memiliki budi pekerti. Karena sudah ada di dalam diri siswa, maka menjadi tugas kita bersama untuk membuat lingkungan agar nilai-nilai positif yang ada positif dalam sekujur hidupnya. Ini bukan proses sehari jadi. Seorang disebut sebagai jujur, contohnya, karena dia telah menjalani kesehariannya dengan nilai-nilai kejujuran.dalam anak itu tumbuh dengan baik, sehingga membuahkan perilaku yang berbudi pekerti. Caranya dengan menciptakan iklim sekolah dan lingkungan yang lebih baik, agar semua warganya turut berbudi pekerti.
D. Non-Kurikuler
Namun, GPBP ini tak dimasukkan ke intra kurikuler. Selain akan membuat tas seorang anak lebih berat, jika GPBP ini dimasukkan ke intra kurikuler maka hanya akan dilihat sebagai pengetahuan. Padahal GPBP itu bukan sekadar pengetahuan, tapi juga perilaku sehari-hari. Misalnya, seseorang yang memiliki karakter jujur itu tentu telah melalui proses kebiasaan jujur. Kebiasaan itu dia jalankan terus menerus sehingga membentuk karakternya, dan kemudian menjelma menjadi budaya jujur. Melihat pola ini, maka pendidikan harus memasukkan proses pembiasaan. Secara bahasa, pembiasaan berarti proses agar sesuatu menjadi biasa. Dalam pepatah, “alah bisa karena biasa”. Biasa adalah kata
sifat yang bermakna sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari; sudah menjadi adat.
Jika jujur hanya diajarkan lewat intra kurikuler, maka hanya akan menjadi pengetahuan.
Ketika diuji nilainya tentu tinggi. Namun, pada praktiknya seringkali tak muncul. Karena itu, dalam GPBP ini Kemendikbud menggunakan jalur non-kurikuler.
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....
Salam Pak Pandani