SOE - Sebanyak 66 orang guru Sarjana Mendidik Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM-3T) tiba di Kabupaten TTS, Jumat (2/9). Guru sarjana itu direkrut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk ditempatkan di daerah terdepan, terluar dan terpencil.
Tenaga pendidik sarjana tersebut diharapkan dapat membawa motivasi bagi siswa dan guru di daerah T3, sehingga setelah menyelesaikan masa tugas selama satu tahun, kualitas pendidikan di daerah 3T mengalami kemajuan yang lebih baik dari saat ini.
Sekda TTS, Salmun Tabun yang menerima guru SM3T di aula kantor bupati TTS mengatakan, pendistribusian guru SM3T atas masukan daerah-daerah yang mengalami kekurangan guru seperti di TTS.
Kekurangan guru dialami Pemkab TTS akibat belum dicabutnya moratorium penerimaan PNS oleh pemerintah pusat, akibatnya Pemkab TTS mengalami kendala untuk penuhi kekurangan guru yang terjadi saat ini.
“Kepada adek-adek SM3T, saya harap menganggap tugas ini sebagai amanah dan panggilan. Karena kalau anggap penugasan ini hanya sekadar main-main, maka tidak akan melewati tantangan yang ada. Karena di kampung akan menghadapi banyak kesulitan baik itu transportasi, komunikasi dan kesulitan lain,” tegas Salmun.
Perbedaan kultur akan menjadi tantangan tersendiri bagi guru SM-3T. Karena, bahasa guru SM-3T dengan masyarakat pedalaman TTS akan jauh berbeda, sehingga membutuhkan ketabahan dan keinginan untuk beradaptasi dengan lingkungan di mana ditugaskan. Penugasan sebagai guru SM-3T tentu tanggung jawab yang sangat besar, karena mempertaruhkan nama pribadi, keluarga dan lembaga. Karena itu, kiranya beberapa hal itu dijaga selama berkarya di daerah 3T, sehingga dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawab dengan tidak mencoreng nama pribadi, keluarga dan lembaga.
“Usahakan supaya ketika masa bakti selesai, masyarakat rindu. Jangan sampai masyarakat bilang bahwa kok lama sekali belum pulang-pulang juga. Kalau muncul bahasa itu, artinya masyarakat tidak senang dengan keberadaan kita di sana. Tapi kalau masyarakat senang, ketika kita selesai masa tugas dan hendak kembali, mereka akan merasa terharu,” terang Salmun.
Pendamping Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) Universitas Negeri Padang (UNP) mengatakan, guru SM-3T direkrut oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dilatih dan ditempatkan di daerah-daerah terpencil. SM-3T juga merupakan salah satu syarat kepada calon guru untuk mengikuti program pendidikan guru (profesi). Jika SM3T dapat menyelesaikan tahapan tersebut, maka layak untuk diangkat menjadi guru PNS.
“Untuk penentuan perguruan tinggi calon SM-3T dilakukan oleh LPTK, kemudian calon guru SM-3T yang lolos seleksi dilatih selama dua minggu baru didistribusikan di lokasi tugas,” katanya.
Eddy Gowo yang merupakan staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan, guru SM-3T diupah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan upah Rp 2,5 per bulan. Ia mengaku tidak tahu mengapa sarjana pendidik jebolan universitas negeri di NTT tidak direkrut kementerian untuk ikut dalam program tersebut.
“Wah, kalau ditanya soal itu saya tidak tahu, karena saya sebenarnya tidak urus ini. Saya hanya diutus untuk antar,” ucap dia.
Wakil Ketua DPRD TTS, Imanuel Olin mengatakan, pendistribusian guru SM-3T merupakan mafia pemerintah pusat. Pasalnya, jika pemerintah pusat fer, seharusnya merekrut anak-anak asli daerah sehingga dipersiapkan menjadi tenaga pendidik yang profesional. Namun jika guru SM3T didatangkan dari daerah lain untuk diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik akan sangat sulit, karena guru SM-3T harus beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitar.
“Anak-anak di kampung bicara bahasa Indonesia saja sudah sulit, nah bagaimana ini sarjana yang dari luar mau datang mengajar mereka. Bahasa saja nanti mereka tidak nyambung, apalagi mau ajak mereka belajar,” kata Imanuel.
Tenaga pendidik sarjana tersebut diharapkan dapat membawa motivasi bagi siswa dan guru di daerah T3, sehingga setelah menyelesaikan masa tugas selama satu tahun, kualitas pendidikan di daerah 3T mengalami kemajuan yang lebih baik dari saat ini.
Sekda TTS, Salmun Tabun yang menerima guru SM3T di aula kantor bupati TTS mengatakan, pendistribusian guru SM3T atas masukan daerah-daerah yang mengalami kekurangan guru seperti di TTS.
Kekurangan guru dialami Pemkab TTS akibat belum dicabutnya moratorium penerimaan PNS oleh pemerintah pusat, akibatnya Pemkab TTS mengalami kendala untuk penuhi kekurangan guru yang terjadi saat ini.
Kabupaten Timor Tengah Selatan |
Perbedaan kultur akan menjadi tantangan tersendiri bagi guru SM-3T. Karena, bahasa guru SM-3T dengan masyarakat pedalaman TTS akan jauh berbeda, sehingga membutuhkan ketabahan dan keinginan untuk beradaptasi dengan lingkungan di mana ditugaskan. Penugasan sebagai guru SM-3T tentu tanggung jawab yang sangat besar, karena mempertaruhkan nama pribadi, keluarga dan lembaga. Karena itu, kiranya beberapa hal itu dijaga selama berkarya di daerah 3T, sehingga dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawab dengan tidak mencoreng nama pribadi, keluarga dan lembaga.
“Usahakan supaya ketika masa bakti selesai, masyarakat rindu. Jangan sampai masyarakat bilang bahwa kok lama sekali belum pulang-pulang juga. Kalau muncul bahasa itu, artinya masyarakat tidak senang dengan keberadaan kita di sana. Tapi kalau masyarakat senang, ketika kita selesai masa tugas dan hendak kembali, mereka akan merasa terharu,” terang Salmun.
Pendamping Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) Universitas Negeri Padang (UNP) mengatakan, guru SM-3T direkrut oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dilatih dan ditempatkan di daerah-daerah terpencil. SM-3T juga merupakan salah satu syarat kepada calon guru untuk mengikuti program pendidikan guru (profesi). Jika SM3T dapat menyelesaikan tahapan tersebut, maka layak untuk diangkat menjadi guru PNS.
“Untuk penentuan perguruan tinggi calon SM-3T dilakukan oleh LPTK, kemudian calon guru SM-3T yang lolos seleksi dilatih selama dua minggu baru didistribusikan di lokasi tugas,” katanya.
Eddy Gowo yang merupakan staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan, guru SM-3T diupah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan upah Rp 2,5 per bulan. Ia mengaku tidak tahu mengapa sarjana pendidik jebolan universitas negeri di NTT tidak direkrut kementerian untuk ikut dalam program tersebut.
“Wah, kalau ditanya soal itu saya tidak tahu, karena saya sebenarnya tidak urus ini. Saya hanya diutus untuk antar,” ucap dia.
Wakil Ketua DPRD TTS, Imanuel Olin mengatakan, pendistribusian guru SM-3T merupakan mafia pemerintah pusat. Pasalnya, jika pemerintah pusat fer, seharusnya merekrut anak-anak asli daerah sehingga dipersiapkan menjadi tenaga pendidik yang profesional. Namun jika guru SM3T didatangkan dari daerah lain untuk diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik akan sangat sulit, karena guru SM-3T harus beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitar.
“Anak-anak di kampung bicara bahasa Indonesia saja sudah sulit, nah bagaimana ini sarjana yang dari luar mau datang mengajar mereka. Bahasa saja nanti mereka tidak nyambung, apalagi mau ajak mereka belajar,” kata Imanuel.
*yop/ays/timorexpress
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....
Salam Pak Pandani