ARF (16) seorang siswa SMAN 2 Bulukumba, Kabupaten Bulukumba, Sulsel, menganiaya wali kelasnya yang sekaligus guru Bimbingan Konseling (BK), Abdul Samad.
Peristiwa pada Kamis, 27 Oktober 2016, berawal dari "razia" yang dilakukan Samad.
Seluruh kelengkapan siswa diperiksa, mulai pakaian, kaus kaki, sepatu, hingga rambut.
ARF melanggar sejumlah aturan, sehingga diajak ke ruangan BK, namun dia menolak.
Samad lalu menarik tangannya agar ikut, namun ditolak dengan keras sehingga terjadilah insiden itu.
Samad mengalami luka cakar pada bagian kelopak mata kiri bagian bawah. Ada juga luka goresan memanjang pada lengan kirinya.
Samad mengaku tidak melakukan perlawanan. Dia juga mengaku tidak mendahului melakukan pemukulan.
"Saya tidak sentuh anak itu," katanya saat ditemui, kemarin.
Samad memilih tidak melapor ke polisi atas peristiwa itu.
Dia memilih penyelesaian secara internal, yakni rapat dewan guru yang melibatkan komite sekolah.
Setelah melalui rapat dewan guru yang menghadirkan perwakilan komite, pihak sekolah memutuskan memindahkan ARF.
"Kami mengambil keputusan berdasarkan surat pernyataan seluruh guru. Pernyataan itu ditulis tangan dan ditandatangani," kata Kepala SMAN 2 Bulukumpa, Muhammad Syufri, Sabtu 29 Oktober.
Bagi Syufri, ini menjadi ujian pertamanya di sekolah tersebut.
Maklum, dia belum genap sebulan menjadi kepala SMAN 2 Bulukumpa. Dia mulai bertugas 30 September lalu.
Rapat dewan guru yang dipimpin Syufri tersebut dihadiri Ketua Komite SMAN 2, Umar P.
Seluruh guru menyatakan bahwa siswa Kelas X IPS 3 tersebut sudah tidak bisa dibina di sekolah tersebut.
"Sempat ada usul untuk memberhentikan anak tersebut secara tidak hormat. Tetapi, kami meminta agar cukup dipindahkan ke sekolah lain, siapa tahu bisa berubah di sekolah lain," ujar Umar usai rapat dengan dewan guru.
Ditemui terpisah, orang tua ARF memilih cooling down. Ibu ARF, Irma mengaku ingin melakukan komunikasi lebih lanjut dengan pihak sekolah.
"Terus terang, saya kaget juga. Baru hari ini (Sabtu), saya tahu bahwa ada masalah dengan anak kami," ujar Irma yang juga salah seorang kepala SD di Bulukumpa.
Menurutnya, ARF tidak pernah menceritakan kasus itu kepada dirinya.
Suaminya, Andi Asdar juga tidak pernah cerita walau sudah diberi tahu pihak sekolah sejak Kamis malam.
"Biarlah kami bicara dulu dengan pihak sekolah. Mudah-mudahan ada solusi terbaik," katanya.
Andi Asdar sendiri berharap SMAN 2 bisa menarik kembali keputusannya untuk mengeluarkan ARF.
Alasannya, selama ini dia belum pernah mendapat laporan tentang kelakuan anaknya di sekolah.
"Ini cacat prosedur. Masak langsung dikeluarkan. Mestinya bertahap lah, ada teguran dahulu, skorsing, lalu sanksi yang lebih tegas," kata Andi Asdar saat ditemui di kediamannya.
Dia sudah menemui langsung Kepala SMAN 2, Muhammad Syufri dan meminta penangguhan pemindahan. Namun, belum ada jawaban dari pihak sekolah.
"Katanya mau konsultasi dahulu dengan kepala Dinas Pendidikan Bulukumba," lanjutnya.
Peristiwa pada Kamis, 27 Oktober 2016, berawal dari "razia" yang dilakukan Samad.
Seluruh kelengkapan siswa diperiksa, mulai pakaian, kaus kaki, sepatu, hingga rambut.
ARF melanggar sejumlah aturan, sehingga diajak ke ruangan BK, namun dia menolak.
Samad lalu menarik tangannya agar ikut, namun ditolak dengan keras sehingga terjadilah insiden itu.
Samad mengalami luka cakar pada bagian kelopak mata kiri bagian bawah. Ada juga luka goresan memanjang pada lengan kirinya.
Samad mengaku tidak melakukan perlawanan. Dia juga mengaku tidak mendahului melakukan pemukulan.
"Saya tidak sentuh anak itu," katanya saat ditemui, kemarin.
Samad memilih tidak melapor ke polisi atas peristiwa itu.
Dia memilih penyelesaian secara internal, yakni rapat dewan guru yang melibatkan komite sekolah.
Setelah melalui rapat dewan guru yang menghadirkan perwakilan komite, pihak sekolah memutuskan memindahkan ARF.
"Kami mengambil keputusan berdasarkan surat pernyataan seluruh guru. Pernyataan itu ditulis tangan dan ditandatangani," kata Kepala SMAN 2 Bulukumpa, Muhammad Syufri, Sabtu 29 Oktober.
Bagi Syufri, ini menjadi ujian pertamanya di sekolah tersebut.
Maklum, dia belum genap sebulan menjadi kepala SMAN 2 Bulukumpa. Dia mulai bertugas 30 September lalu.
Rapat dewan guru yang dipimpin Syufri tersebut dihadiri Ketua Komite SMAN 2, Umar P.
Seluruh guru menyatakan bahwa siswa Kelas X IPS 3 tersebut sudah tidak bisa dibina di sekolah tersebut.
"Sempat ada usul untuk memberhentikan anak tersebut secara tidak hormat. Tetapi, kami meminta agar cukup dipindahkan ke sekolah lain, siapa tahu bisa berubah di sekolah lain," ujar Umar usai rapat dengan dewan guru.
Ilustrasi |
"Terus terang, saya kaget juga. Baru hari ini (Sabtu), saya tahu bahwa ada masalah dengan anak kami," ujar Irma yang juga salah seorang kepala SD di Bulukumpa.
Menurutnya, ARF tidak pernah menceritakan kasus itu kepada dirinya.
Suaminya, Andi Asdar juga tidak pernah cerita walau sudah diberi tahu pihak sekolah sejak Kamis malam.
"Biarlah kami bicara dulu dengan pihak sekolah. Mudah-mudahan ada solusi terbaik," katanya.
Andi Asdar sendiri berharap SMAN 2 bisa menarik kembali keputusannya untuk mengeluarkan ARF.
Alasannya, selama ini dia belum pernah mendapat laporan tentang kelakuan anaknya di sekolah.
"Ini cacat prosedur. Masak langsung dikeluarkan. Mestinya bertahap lah, ada teguran dahulu, skorsing, lalu sanksi yang lebih tegas," kata Andi Asdar saat ditemui di kediamannya.
Dia sudah menemui langsung Kepala SMAN 2, Muhammad Syufri dan meminta penangguhan pemindahan. Namun, belum ada jawaban dari pihak sekolah.
"Katanya mau konsultasi dahulu dengan kepala Dinas Pendidikan Bulukumba," lanjutnya.
*sap/eds/sam/jpnn
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....
Salam Pak Pandani