Meninggalkan hingar bingar kota dengan keterlimpahan fasilitas listrik, ketersediaan air, sinyal handphone, dan rumah gedongan yang nyaman adalah sedikit dari pengorbanan mereka. Banyak hal yang tak terduga pun masih menunggu, misalnya tantangan medan alam berat, budaya yang berbeda, dan penolakan warga harus siap mereka hadapi. Tak jarang, nyawapun harus terpaksa melayang demi cita-cita memberikan ilmu kepada anak-anak di pinggiran nusantara. Berikut ini adalah beberapa kisah memilukan yang harus dihadapi para guru muda.
Meninggal Terseret Arus Saat Menjalankan Tugas
Kejadian ini menimpa Winda Yulia dan Geuget Zaludiosanua Annafi, guru muda alumnus UPI yang mengajar di pedalaman Kabupaten Aceh Timur. Keduanya mengalami kecelakaan kapal boat dan terseret arus sungai Simpang Jernih saat pulang setelah menghadiri rapat di Kantor Dikpora Aceh Timur. Jasad Winda baru ditemukan empat hari setelah kejadian, sedangkan jenazah Geuget baru ditemukan pasca 11 hari kejadian.
Menghadapi Medan Berat Penuh Tantangan
Di beberapa daerah Indonesia, untuk mendapat akses jalan yang aman tentu tidak mudah. Alhasil, menuju sekolah juga harus melewati berbagai drama yang awalnya dijalani dengan penuh ketakutan dan kekhawatiran. Berjalan di atas jembatan kayu renta puluhan meter di atas air dan berjalan menyusuri sungai yang cukup dalam adalah contohnya.
Terjebak di Daerah Konflik
Pada sekitar tahun 2011-2013, seorang guru wanita yang berasal dari salah satu universitas di Pulau Jawa dikirim mengabdi di daerah Papua. Sayangnya, selain menghadapi budaya yang berbeda, medan yang berat, ia juga berada di tengah daerah konflik. Konflik yang terjadi antara pihak pemerintah dan pihak yang ingin keluar dari pemerintahan membuat situasi mencekam setiap harinya. Namun demi tugas, ia tetap nekat mengajar di sekolah.
Terserang Penyakit Pedalaman yang Mematikan
Kondisi tubuh seseorang berbeda-beda. Karenanya, saat berada di pedalaman Indonesia dan tak pintar-pintar menjaga stamina, banyak penyakit yang akan menyerang. Dan untuk daerah papua, penyakit yang biasa menyerang adalah malaria. Sudah banyak guru-guru pengajar yang terjangkit penyakit endemik itu. Ada yang sampai meninggal, dan ada yang sembuh meski terkadang kambuh.
Mendapat Tekanan Penduduk Asli
Karena tidak setuju dengan diadakannya pramuka, sejumlah warga di Kampung di Sorong selatan mendatangi sekolah. Mereka tidak mau ada ritual lain (yang dimaksud Pramuka) di kampung mereka yang menyebabkan anak-anaknya kesurupan atau terkena penyakit setelah melanggar adat.
Bertemu Beras dan Daging Setahun Sekali
Keberadaan nasi dan daging memang terkadang dianggap sepele. Hal ini tentu berbanding terbalik di kawasan pedalaman Indonesia. Nasi bak berlian yang keberadaannya amatlah langka. Terlebih daging, jangan mimpi memakan lauk ini jika berada di daerah seperti Pegunungan Bintang, Papua. Maklum daerah terdalam ini masih mengandalkan ubi, atau sagu.
Melakukan Hal-Hal yang Tak Biasa Dilakukan
Karena kebanyakan pengajar di daerah terpencil adalah orang-orang yang hidup tanpa kekurangan listrik atau air, maka bisa jadi untuk pertama kalinya mereka merasakan sensasi tinggal di pedalaman. Mulai dari masak dengan alat tradisional, menimba air berkilo-kilo meter, dan mencari kayu di hutan.
Meski banyak kisah-kisah pilu yang diceritakan, tiap tahunnya masih banyak pemuda negeri ini yang antusias untuk mengajar di pedalaman. Mereka terus menuju yang terdepan, menggapai mereka yang terluar, dan menjangkau mimpi-mimpi yang tertinggal di belantara negeri. Bagaimana menurut pendapatmu tentang pemuda-pemudi seperti mereka ini?
Sumber: http://www.boombastis.com/kisah-pilu-guru-pedalaman/95223/amp
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....
Salam Pak Pandani