Menjadi Guru SM-3T

Penulis yang juga merupakan Guru SM3T saat merayakan Hari Pendidikan Nasional bersama dengan siswanya. (Foto: profesi-unm)

“Dengan ini saya memohon kepada Bapak-Bapak dosen agar kiranya Mahakam Ulu bisa mendapatkan lagi kuota guru SM3T pak” tutur E. Tek Hen Yohanes yang kala itu sebagai kepala dinas pendidikan dan kebudayaan Kab. Mahakam Ulu pada acara perpisahan guru SM3T di Lamin Adat Kampung Ujoh Bilang Kabupaten Mahakam Ulu Kalimantan Timur.

Kabupaten Mahakam Ulu merupakan kabupaten yang baru saja dimekarkan dari Kabupaten Kutai Barat dan salah satu kebupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Waktu tempuh untuk sampai di Mahakam Ulu dari Samarinda adalah kurang lebih 22 jam perjalanan dengan melewati jalur darat dan sungai mahakam. Daerah ini sangat sulit untuk diakses karena semakin ke hulu maka medan sungai yang dilalui semakin berat. Terdapat puluhan riam-riam ganas di sepanjang sungai mahakam yang harus dilalui untuk sampai ke hulu sungai mahakam di Kabupaten Mahakam Ulu.

Sinyal, listrik, dan jalur darat sangat sulit di sini. Beberapa guru SM3T harus bersiasat untuk bisa hidup di kampung-kampung tempat mereka ditempatkan. Guru SM3T menjadi pelita diantara gelapnya atmosfer pendidikan di sana. Kekurangan guru, minimnya fasilitas, serta medan yang sulit menjadikan layanan pendidikan sangatlah kurang dirasakan oleh siswa-siswi di Kabupaten Mahakam Ulu.

Guru SM3T sangat dicintai oleh murid-muridnya bahkan warga sekitar ada yang telah menawari guru-guru SM3T untuk tinggal menetap di sana. Maka tidak heran ketika waktu penarikan tiba rakit yang biasa mengapung dipinggiran sungai kampung Long Hubung, Kecamatan Long Hubung tempat salah satu guru SM3T mengabdi itu hampir tenggelam. Puluhan murid SD 001 Long Hubung mengantar gurunya pergi untuk (mungkin) selamanya.

Guru yang mereka dambakan, guru yang mereka rindukan, dan guru yang memberikan inspirasi kepada mereka. Harus pulang meninggalkan jutaan wajah polos murid SD 001 Long Hubung. Hingga tatkala speed boat berkekuatan 40 PK datang menjemput guru SM3T itu, tertulislah dengan kapur putih sebuah tulisan di atas papan tulis sekolah “IBU GURU JANGAN PERGI”. Menetes air mata tatkala harus menyaksikan peristiwa seperti itu. Ada yang memeluk sambil menangis, ada pula yang menarik-narik tangan kami. Tak kuasa rasanya. Namun inilah kenyataan yang harus dihadapi.

Olehnya, inginkah kita harapan dan semangat akan pendidikan itu pudar dari wajah anak-anak bangsa yang ada di pelosok negeri ini? Apakah mereka yang tidak bisa meresakan nikmatnya bersekolah dengan fasilitas lengkap ini ingin kita jadikan sebagai warga negara kelas dua? Sungguh sangat disayangkan jika program SM3T dihapuskan. Sebab semangat guru-guru SM3T dalam mengabdi bukan semangat biasa tapi semangat Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia.

*Penulis adalah Edil Wijaya Nur, Camat PPG SM3T UNM Angkatan V

Sumber: http://www.profesi-unm.com/2017/05/opini-menjadi-guru-sm3t/

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....

Salam Pak Pandani

Lebih baru Lebih lama