Faktor Penyebab Penurunan Keanekaragaman Hayati

Beberapa fenomena alam tak dapat dipungkiri dapat mempengaruhi stabilitas suatu ekosistem, seperti adanya bencana alam berupa erupsi gunung berapi, kebakaran hutan, tsunami, dan sebagainya. Secara alami, komponen-komponen penyusun ekosistem akan selalu berusaha menuju kesetimbangan. Ekosistem yang rusak dapat melakukan suksesi untuk menuju kesetimbangan lagi. Namun terlepas dari hal tersebut, faktor utama yang dapat mengganggu kesetimbangan tersebut adalah aktivitas manusia. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Penyebab utamanya adalah peningkatan populasi manusia di muka bumi. Semakin tinggi populasi maka semakin tinggi pula tingkat penggunaan sumber daya alam yang tersedia. Jika penggunaan tersebut dilakukan secara terus menerus dan tidak bijaksana, maka pada akhirnya akan berpotensi terhadap kepunahan dari organisme tertentu.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan kepunahan diantaranya: 

1. Perusakan Habitat 

Habitat merupakan tempat tinggal berbagai jenis organisme yang menyediakan semua kebutuhan bagi seluruh penghuninya melalui proses interaksi antar semua komponen. Apa yang akan terjadi jika habitat tersebut rusak? Tentu saja, jika habitat rusak, maka daya dukungnya terhadap semua organisme
penghuninya akan berkurang bahkan sama sekali hilang. Dampaknya organisme yang ada tidak akan mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Perusakan habitat yang menjadi sorotan utama di Indonesia adalah perusakan hutan alam (deforestasi) untuk berbagai macam alasan. Beberapa penyebab dari kerusakan hutan dan deforestasi di Indonesia adalah:
a. konversi hutan alam menjadi lahan tanaman tahunan.
b. konversi hutan alam menjadi lahan pertanian dan perkebunan.
c. eksplorasi dan eksploitasi industri ekstraktif pada kawasan hutan (batu bara, migas, geothermal).
d. pembakaran hutan dan lahan.
e. konversi hutan alam untuk transmigrasi dan infrastruktur lainnya.
f.  pemekaran wilayah menjadi daerah otonomi baru (terjadi di beberapa daerah). 

Akibat deforestasi tersebut banyak sekali flora maupun fauna yang  terancam eksistensinya. Selain itu menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. 
Kerusakan alam dan hilangnya habitat  telah menyebabkan puluhan ribu spesies terancam punah. Dari 20 negara di dunia yang jenis-jenis alamiahnya terancam, maka Indonesia  menduduki  posisi ke-5, dimana terdapat 1126 spesies yang terancam punah, terdiri dari mamalia, burung, reptil, amfibia, ikan dan moluska (Darlington, 2010) 

Hasil dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 30 persen dari hutan tropis  di pulau Kalimantan telah hancur selama 40 terakhir akibat kebakaran, industri penebangan  kayu dan industri perkebunan.  Penelitian itu berdasarkan pada  analisis dari tutupan hutan Kalimantan  sejak tahun 1973 hingga tahun 2010. Berdasarkan data yang diperoleh,  menunjukkan bahwa lebih dari seperempat hutan saja yang  masih tetap utuh.  Perubahan tutupan hutan di Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 2.7. 

Gambar 2.7. Pada gambar A dan B tampak perubahan tutupan hutan.

Warna merah di gambar B adalah kawasan hutan yang hilang. Pada gambar D, warna hijau muda merupakan kawasan hutan yang ditebang, warna hitam adalah perkebunan kelapa sawit dan tanaman industri, dan warna hijau tua merupkan hutan yang tersisa. (Gaveau, 2013)

2. Fragmentasi Habitat 

Fragmentasi habitat merupakan suatu peristiwa yang menyebabkan habitat terbagi menjadi dua daerah atau lebih. Aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan fragmentasi ini diantaranya pembuatan jalan, pembukaan areal pertanian, dan perkotaan atau kegiatan lainnya.

Dengan adanya fragmentasi habitat, maka akan mengganggu stabilitas ekosistem. Mengapa demikian? Pada suatu habitat dikenal ada istilah daerah tepi, dimana pada umumnya jenis-jenis makhluk hidup tidak akan bisa menempati daerah tersebut karena daerah tersebut cenderung kurang mampu untuk memberikan perlindungan (edge effect). Jika suatu habitat terfragmentasi, maka luas daerah tepi akan bertambah, dengan kata lain luas zona habitat yang aman bagi jenis-jenis makhluk hidup akan semakin berkurang. Fragmentasi habitat juga dapat mengancam kelestarian suatu organisme, karena dapat memperkecil potensi suatu spesies untuk menyebar dan berkolonisasi. Banyak jenis-jenis burung, mamalia, dan serangga di pedalaman hutan menjadi tidak mampu untuk menjelajah ke tempat lain karena koridornya terputus oleh jalan raya, perkotaan, dan lain-lain. Penurunan kemampuan jelajah
hewan ini dapat berakibat pula pada penurunan penyebaran tumbuhan yang mekanisme dispersalnya bergantung pada hewan tersebut.
Di beberapa negara, proses fragmentasi habitat yang memang tidak dapat terelakkan diimbangi dengan upaya yang dapat memfasilitasi jenis-jenis hewan untuk dapat melintasi daerah terbuka secara aman. Upaya tersebut diantaranya dengan membangun koridor yang aman bagi hewan untuk melintas (Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Koridor untuk mengatasi fragmentasi habitat
(sumber: https://firstforwildlife.wordpress.com)

3. Degradasi Habitat 

Komunitas di suatu habitat dapat mengalami degradasi walaupun habitat tersebut tidak langsung terlihat kerusakannya. Faktor eksternal tersebut dapat dengan bebas masuk ke dalam suatu habitat. Salah satu contohnya adalah pencemaran air atau udara. Limbah atau bahan kimia berbahaya baik dalam bentuk gas, cair, maupun padat akan mengancam komunitas pada suatu habitat yang dilaluinya. 
Beberapa contoh kasus berdampak langsung terhadap hidupan liar. Misalnya, 4 jenis amfibia sering terjebak dalam botol dan sampah, 18 jenis reptil terjebah dalam perangkap udang, jaring atau kantung plastik; 49 jenis burung sering terkena tali pancing atau jaring ikan, 49 mamalia laut terperangkap pada tali, jaring dan sesampahan; 97 jenis invertebrata laut terkena pancing, terjebak dalam kantung plastik, botol minumandan sesampahan lainnya; 46 jenis ikanterjebak dalam tali pancing, jaring atau kantung plastik; dan 4 jenis coral dan spons terkena pancing atau sampah (Ocean Conservancy, 2012). 

4. Penggunaan spesies yang berlebih untuk kepentingan manusia 

Pemanfaatan suatu jenis hewan atau tumbuhan di alam akan berakibat menurunnya jumlah populasi jenis tersebut bahkan punah. Oleh karena itu pemanfaatan suatu jenis tersebut harus dilakukan dengan berdasarkan prinsip penggunaan yang berkelanjutan, yaitu pemanenan dari suatu jenis di alam pada periode tertentu dilakukan berdasarkan keberadaan dan tingkat pembaharuan oleh proses pertumbuhan secara alami.

5. Introduksi spesies-spesies eksotik 

Pertumbuhan populasi manusia yang sangat tinggi telah mengubah cara pandang manusia secara ekonomi untuk pemenuhan segala kebutuhannya. Dari segi pertanian misalnya, dampak yang ditimbulkan adalah adanya perubahan sebaran spesies, terutama spesies yang mempunyai nilai ekonomi. Manusia dengan sengaja membawa atau mendatangkan jenis-jenis hewan peliharaan dan tumbuhan budidaya dari suatu tempat ke tempat lain untuk dibudidayakan (introduksi). Akibatnya banyak jenis hewan maupun tumbuhan yang berkembang biak bukan di habitat aslinya. Banyak jenis jenis introduksi ini yang kemudian menjadi liar di komunitas lokal. Selain itu proses introduksi dapat pula terjadi secara alami atau tidak disengaja. Misalnya tikus dan serangga yang terbawa kapal laut atau kapal udara, atau biji tanaman terbawa oleh manusia.

Dua kemungkinan yang akan berlaku untuk jenis-jenis introduksi tersebut yaitu tidak dapat bertahan hidup di daerah barunya karena lingkungan baru tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya, atau dapat bertahan hidup bahkan membentuk koloni di tempat barunya yang akan bertambah besar jumlah
populasinya. Biasanya koloni ini akan berkompetisi dengan organisme lokal untuk mendapatkan bahan makanan yang jumlahnya terbatas. Akibatnya hewan atau tumbuhan introduksi dapat mengubah habitat lokal, sehingga organisme asli tidak dapat hidup lagi di tempat itu.

6.  Karakter spesies terhadap kepunahan 

Secara alamiah, semua spesies mempunyai potensi yang berbeda-beda untuk menjadi punah. Kerentanan suatu jenis terhadap kepunahan umumnya ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 
a.  Spesies yang mempunyai  sebaran geografis sempit, umumnya rentan terhadap kerusakan habitat oleh kegiatan manusia. 
b.  Spesies yang terdiri dari satu atau sedikit populasi akan sangat rentan terhadap kerusakan habitat dibandingkan dengan spesies yang terdiri dari banyak populasi 
c.  Spesies yang memiliki ukuran populasi yang kecil akan mudah punah akibat pengaruh variasi demografi dan lingkungan serta hilangnya keanekaragaman genetik bila dibandingkan dengan spesies yang berukuran populasinya yang besar. 
d.  Spesies yang ukuran populasinya cenderung menurun akan mudah punah bilamana penyebab penurunan tidak dapat diketahui dan diperbaiki. 
e.  Spesies yang memiliki densitas rendah per satuan luas, terutama pada kawasan yang terfrsgmentasi akan mudah mengalami kepunahan. 
f.  Spesies yang memerlukan jelajah yang luas akan sangat rentan terhadap kepunahan bilamana wilayah jelajahnya dirusak atau mengalami fragmentasi. 
g.  Hewan yang mempunyai ukuran tubuh yang besar akan memiliki wilayah jelajah yang luas serta makanan yang lebih banyak secara individu, serta rentan untuk diburu maupun dirusak wilayah jelajahnya maupun habitat 
untuk mencari makan dan minumnya. 
h.  Spesies yang tidak memiliki kemampuan menyebar yang baik di alam akan sangat rentan terhadap perubahan dan perusakan habitat, karena spesies tersebut tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. 
i.  Spesies yang bermigrasi musiman akan sangat rentan terhadap kepunahan karena ketidakmampuan bertahan di habitatnya. 
j.  Spesies yang mempunyai keanekaragaman genetik yang rendah akan lebih banyak kemungkinan punah karena penyakit, atau perubahan lingkungan. 
k.  Spesies yang memiliki relung tertentu akan rentan terhadap kepunahan apabila relung tempat hidupnya rusak. 

*Modul Guru Pembalajar KK-A

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....

Salam Pak Pandani

Lebih baru Lebih lama