Selama ini, sebenarnya pemerintah telah menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk membangun sekolah di daerah-daerah 3-T. Para guru juga banyak yang ditempatkan di sekolah-sekolah tersebut. Bahkan, beberapa tahun belakangan ini ada program yang disebut "sarjana mengajar di daerah 3-T" (SM3-T) bagi para lulusan FKIP yang belum diterima sebagai CPNS.
Dari ribuan sarjana peserta program SM3-T yang telah menyelesaikan masa kontrak selama setahun, tidak banyak yang berminat kembali mengajar di tempat mereka menjalankan program SM3-T. Namun, di antara sedikit calon guru itu, ada seorang mantan peserta program SM3-T bernama Satria Wati, SPd, Gr, asal Padang, Sumatera Barat, yang justru bertekad kembali ke sebuah desa di Aceh Singkit.
Alasan sarjana pendidikan lulusan Universitas Negeri Padang tersebut, untuk kembali ke sekolah tempatnya mengajar selama setahun dalam program SM3-T, yang paling mendasar karena keprihatinan banyak anak SMA belum bisa membaca. Di sekolah tempat dia mengajar, banyak siswa yang naik kelas bukan karena prestasi tetapi sekadar untuk mengisi ruang kelas.
"Saya prihatin dengan kondisi pendidikan anak-anak di tempat saya mengajar yang terancam putus sekolah. Keinginan saya kembali ke Aceh Singkil supaya anak-anak di sana tidak putus sekolah. Sedang anak-anak SMA saja banyak yang belum bisa membaca dengan baik," ujarnya kepada Galamedia, seusai yudisium dan pelepasan lulusa Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi SM3-T, di kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, akhir pekan lalu.
Satria Wati adalah salah seorang dari 13 orang lulusan PPG SM3-T angkatan pertama di UNS. Dia menegaskan niatnya kembali mengajar di SMA Aceh Singkil, bila dalam pengangkatan CPNS mendatang dapat lolos seleksi.
Sarjana pendidikan dengan gelar khusus "Gr" atau guru berparas manis dengan wajah oval itu berkisah, selama setahun tinggal dan mengajar di sebuah pulau. Banyak guru dan PNS yang ditugaskan di sana bukan penduduk asli pulau tersebut. Sehingga, proses belajar mengajar di sekolah pulau itu tidak dapat berjalan seperti di kota-kota.
"Setiap pagi para siswa sudah di sekolah, tapi seringkali tidak ada guru. Kalau gurunya ada biasanya datang terlambat. Bahkan ada guru yang datang hanya saat para siswa akan ujian," tuturnya.
Keprihatinan Satria semakin dalam, tatkala selama setahun itu mendapati ada PNS yang berusaha keras pindah ke daerah lain. Bahkan, mereka bersikeras minta dipindahkan, walaupun harus membayar berapa pun.
"Saya sedih, ada orang tua siswa menyatakan, buat apa anak harus sekolah kalau gurunya tidak ada. Sedangkan para guru banyak yang malas mengajar, karena programnya tidak mendapat tanggapan dari pemerintah daerah setempat," sambungnya.
Di sebuah pulau daerah Aceh Singkil, menurut Satria, banyak masalah yang seringkali muncul dalam dunia pendidikan. Dia mendapati, akar masalahnya seringkali akibat kurang tanggapnya aparat pemerintah di daerah dalam mendukung program-program para guru.
"Para guru PNS di daerah terpencil itu sering membuat program yang terkait bidang pendidikan, namun tidak ditanggapi pemerintah daerah. Aparat pemerintah daerah sulit diajak bekerjasama mengembangkan program pendidikan di daerah terpencil," tandasnya lagi.
Satria Wati mengakhiri kisahnya dengan menyatakan, kondisi tersebut sudah dilaporkan kepada pihak-pihak terkait. Program yang dianggap sesuai keinginan pemerintah daerah ada yang ditindaklanjuti, tetapi perlu proses dalam waktu lama. Sedang yang menyakitkan para pembuat program dan menimbulkan frustrasi, karena usulan programnya tidak ditanggapi sama sekali.
Sumber: http://www.galamedianews.com/nasional/132804/guru-manis-ini-ingin-kembali-mengajar-di-daerah-terpencil.html
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....
Salam Pak Pandani