Perhatian pada akses dan kualitas pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal atau 3T dilakukan sebagai wujud kehadiran negara bagi masyarakat. Upaya mengatasi keterbatasan pendidikan di daerah 3T juga dilakukan dengan membuka akses internet ke
Jakarta - Afirmasi pembangunan pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan
tertinggal atau 3T tetap menjadi perhatian dan fokus di tahun 2018 ini. Karakteristik wilayah daerah
3T yang berbeda-beda juga memerlukan dukungan layanan yang sesuai kondisi dan kebutuhan
daerah. ”Selain itu, pemanfaatan teknologi digital untuk mendongkrak mutu pendidikan di daerah
3T juga terus dipacu,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy
dalam kunjungannya ke Redaksi Kompas di Jakarta, Selasa (2/1). Mendikbud yang didampingi
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Didik Suhardi dan
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemdikbud Ari Santoso diterima, di antaranya,
oleh Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo dan Wakil Pemimpin Redaksi Ninuk Mardiana
Pambudy. Menurut Muhadjir, anggaran pendidikan umumnya masih memusatkan pembangunan di
Jawa atau berbasis Jawa sentris. Di Pulau Jawa populasinya memang lebih banyak dan biaya unit
pembangunan lebih kecil. Akan tetapi, sesuai komitmen Presiden Joko Widodo, daerah 3T juga harus
menikmati layanan pendidikan yang tidak kalah bermutu daripada daerah lainnya. Menurut data
dari Kementerian Keuangan, tahun 2018 tersedia anggaran sektor pendidikan Rp 440,9 triliun (20
persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Kemdikbud kebagian Rp 40,1 triliun, di
bawah Kementerian Agama (52,7 triliun) dan Kemristek dan Dikti (40,4 triliun). Muhadjir
menambahkan, kondisi daerah 3T beragam. Di wilayah Maluku dan Nusa Tenggara, misalnya,
terkendala banyak pulau dan terpencar. Aktivitas sekolah pun ada yang bergantung pada alam. Ada
sekolah yang libur hingga dua bulan karena tidak ada pelayaran menuju ke sekolah. Di Pegunungan
Bintang, Papua, ada 34 distrik. Namun, yang bisa dijangkau lewat jalan darat hanya lima distrik
karena terhalang gunung dan lembah. Selebihnya harus dijangkau dengan pesawat terbang. Di Nusa
Tenggara Timur, dari 22 kabupaten/kota, hanya empat yang tidak masuk daerah 3T. Karena itu,
afirmasi pendidikan daerah 3T gencar digalakkan. Menurut Muhadjir, biaya unit pembangunan
sekolah di daerah 3T terbilang tinggi. Kemdikbud membangun satu unit SMP berasrama di
Pegunungan Bintang, Papua, dengan biaya sekitar Rp 6,3 miliar. ”Jika dibangun di Pulau Jawa, bisa
setara dengan tiga sekolah. Tapi, negara tetap harus hadir untuk memberikan layanan pendidikan
bagi anak-anak di mana pun, termasuk pelosok Papua,” ujar Muhadjir. Selain di Kabupaten
Pegunungan Bintang, Kemdikbud juga membangun tujuh sekolah baru berasrama di beberapa
kabupaten di Papua dan Papua Barat. Anggaran pembangunan yang dikucurkan sejak tahun 2014
berjumlah lebih dari Rp 103 miliar. Didik menambahkan, akses pendidikan siswa di daerah 3T
jangan sampai terkendala. Karena itu, pembangunan unit sekolah baru ada yang dilengkapi asrama,
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kekurangan guru juga diatasi, antara lain melalui program
Guru Garis Depan. Didik menjelaskan, sesuai de- ngan Nawacita, pemerintah terus berupaya.
Mewujudkan pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan. Penyediaan afirmasi sarana
prasarana tak hanya berupa unit sekolah baru. Kemdikbud juga melakukan dukungan revitalisasi dan
rehabilitasi sekolah, penyediaan ruang kelas baru, penyediaan toilet sekolah yang bersih dan layak,
serta penyediaan ruang praktik/ laboratorium pendidikan dan ruang administrasi sekolah. Menurut
Mendikbud, sebetulnya dengan diberlakukannya otonomi daerah, yang paling bertanggung jawab
atas pembangunan di daerah adalah pemerintah daerah dan masyarakat di daerah itu sendiri.
Adapun pemerintah pusat, termasuk Kemdikbud, hanya membantu, mendukung, dan mendorong
upaya pemerintah daerah.
Teknologi digital
Muhadjir menambahkan, upaya membuka akses dan meningkatkan pendidikan di daerah 3T
harus dilakukan secara lintas kementerian. Dalam upaya menyediakan jaringan internet, Kemdikbud
bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Akan tetapi, untuk menyediakan
jaringan internet yang dapat dimanfaatkan untuk mengakses media pembelajaran yang bermutu
sering kali menemukan kendala lain. Ada daerah yang tidak tersedia jaringan listrik. Hal ini juga
membutuhkan kerja sama dengan kementerian/lembaga lain untuk menyediakan sumber energi
alternatif jika jaringan PLN belum memadai. Menurut Muhadjir, pemanfaatan internet untuk
pembelajaran di era digital menjadi kebu- tuhan. Untuk mengimbangi pengaruh media sosial yang
kerap dipenuhi hoaks atau kabar negatif, sekolah mesti menyediakan konten positif, termasuk
menyediakan media pembelajaran yang menarik secara digital. Ari menambahkan, tantangan
pembelajaran di daerah 3T menghadapi isu minimnya jumlah dan kualitas guru serta bahan ajar.
Karena itu, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk pembelajaran sangat vital.
Siswa akan banyak alternatif bahan bacaan dalam mencari sumber belajar. Kemdikbud menyediakan
beragam media pembelajaran digital. Bagi guru, dibuatkan ruang belajar online (daring). Guru-guru
yang ditunjuk atau relawan membuka kelas bagi siswa dari daerah 3T sehingga bisa mengikuti
pembelajaran yang menyenangkan. Namun, Sekretaris Jenderal Komunitas Guru TIK
WijayaKusumah menyayangkan anggapan pemerintah jika TIK hanya sebagai alat bantu belajar di
semua mata pelajaran. Akibatnya, mata pelajaran TIK yang tadinya berdiri sendiri dihapus, dan
menjadi sekadar bimbingan. ”Penghapusan ini juga melemahkan kewajiban pemerintah daerah
untuk menyediakan laboratorium TIK. Hal ini kontraproduktif dengan upaya menyiapkan generasi
andal menyambut digital,” ujar Wijaya.
*Kompas 3 Januari 2018
Sumber: https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20180103/282024737643659
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....
Salam Pak Pandani