C. PSE berbasis Kesadaran Penuh (Mindfulness) dalam mewujudkan Kesejahteraan Hidup (Well-Being)


(Gambar tersebut diadaptasi dari Gambar yang dibuat K. Fort – Catanese (dalam Hawkins, 2017). Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem sekolah.

Pertama-tama, mari kita bahas mengenai well-being. Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup) adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

Saat modul ini ditulis, seluruh dunia, termasuk Indonesia dilanda pandemi Covid - 19 yang betul-betul menguji kemampuan daya lenting/resiliensi setiap individu tanpa terkecuali. Pembelajaran Sosial Emosional berbasis kesadaran penuh menjadi semakin relevan untuk dapat mewujudkan well-being, khusunya melatih daya lenting/resiliensi guru, murid dan komunitas sekolah.

Berbagai kegiatan berbasis kesadaran penuh (mindfulness) dalam sehari-hari memungkinkan seseorang membangun kesadaran penuh untuk dapat memberikan perhatian secara berkualitas yang didasarkan keterbukaan pikiran, rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan hati (compassion) yang akan membantu seseorang dalam menghadapi situasi-situasi menantang dan sulit. Kondisi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar 1.1:

Gambar 2. Hubungan Mindfulness dan Kompetensi Sosial Emosional (Hawkins, 2011)



Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif.

Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa nilai-nilai diri yang diyakini, memunculkan empati untuk memahami situasi yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara penuh. Guru akan memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi. Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid pada guru. Koneksi, rasa aman dan rasa percaya di antara guru dan murid akan memperkuat relasi murid dan guru sehingga dapat menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi pembelajaran. Relasi yang terbangun antara guru dan murid akan mendorong guru untuk membuat keputusan yang lebih responsif.Di sisi lain, lingkungan belajar dan suasana belajar yang kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih baik. Tumbuhnya kesadaran sosial yang lebih baik yang didasarkan pada perhatian yang bertujuan juga akan membantu murid dalam memproses informasi secara lebih baik. Jika murid dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik, maka secara perlahan tumbuh optimisme dan tingkat efikasi dalam dirinya.

Ada banyak penelitian yang menyatakan tentang pentingnya optimisme dan tingkat efikasi diri dalam mendorong keberhasilan pembelajaran seseorang. Salah satunya adalah penelitian Seligman (dalam Hoy, Tarter & Hoy, 2006) menjelaskan tentang optimisme sebagai faktor pendukung kesuksesan dalam akademik. Hal ini dapat menjelaskan tentang dampak pembelajaran sosial dan emosional meningkatkan performa akademik murid dalam jangka panjang.

Bapak/Ibu CGP, secara lengkap, Pembelajaran Sosial dan Emosional menurut kerangka CASEL dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kompetensi Sosial Emosioanal CASEL

Mengingat keterbatasan waktu, pembelajaran 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara eksplisit dalam modul 2.2 ini akan berfokus pada 5 kompetensi seperti yang terdapat pada Gambar 4:
  1. Pengelolaan Emosi dan Fokus
  2. Empati
  3. Kemampuan kerja sama dan resolusi konflik
  4. Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
  5. Pengenalan Emosi



Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....

Salam Pak Pandani

Lebih baru Lebih lama