Ilustrasi |
"Jadi habis liburan sekolah. Di sana kan sistemnya boarding school, jadi guru-gurunya nginep. Nah ketika mereka liburan semester, kembali lagi bertugas 6 Januari 2017, sudah tidak bisa masuk lagi. Sudah dipecat tanpa pemberitahuan, tanpa surat tanpa pesangon," kata Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti saat dihubungi merdeka.com, Senin (13/2).
Berbagai upaya para guru untuk meminta kejelasan mengenai pemecatan tersebut belum membuahkan hasil. Dialog yang diinisiasi para guru juga belum direspons oleh manajemen ponpes.
"Kita selalu meminta (alasan pemecatan), (manajemen ponpes) tidak mau membuka dialog. Kalau datang sudah berulang-ulang, kalau mengirim surat secara resmi satu kali," lanjut Retno.
Setelah cara-cara tersebut dinilai buntu, ratusan guru didampingi FSGI mengadu ke Komnas HAM, melapor ke Inspektorat Kementerian Agama, dan hari ini rencananya mengadakan pertemuan dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Tujuan FSGI dan para guru korban PHK mengadu ke Ombudsman adalah melaporkan bahwa dalam melakukan PHK terhadap 116 guru, manajemen YPI Al Zaytun diduga kuat melakukan maladministrasi dan melanggar hukum.
"Ini lagi berjuang, hari ini ke Ombudsman. tadinya ke Komnas HAM hari Kamis, ke Inspektorat Kementerian Agama sudah, hari Jumat. Sebelumnya di LBH Jakarta. Renacana juga ke DPR, Kamis audiensi sama Menag," beber Retno.
FSGI menduga ada tiga pelanggaran yang dilakukan Al Zaytun. Pertama memecat 116 guru tanpa disertai pemberitahuan baik secara lisan maupun tulisan. PHK juga tanpa menggunakan prosedur sebagaimana diatur dalam UU RI No. 13/2013 tentang Ketenagakerjaan maupun UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Kedua, Pasal 30 dan 31 UU Guru dan Dosen mengatur bahwa guru yang diberhentikan harus diberi kesempatan pembelaan diri, namun Panji Gumilang dan manajemennya tidak pernah memberikan Surat Peringatan (SP) 1, SP 2 dan SP3, apalagi memberikan kesempatan para guru korban PHK melakukan pembelaan diri. Berkali-kali tawaran dialog tidak pernah bersambut, bahkan surat permintaan konfirmasi pun tidak pernah dibalas oleh manajemen AL Zaytun.
Ketiga, Para guru korban PHK tidak diberi pesangon oleh Al Zaytun, padahal mereka rata-rata telah mengabdi di Al Zaytun selama 17 tahun. Pemecatan bagi para guru ini juga sekaligus menghilangkan tunjangan profesi yang selama ini mereka terima sebagai guru tetap yang bersertifikat pendidik. Pemecatan sewenang-wenang ini tidak hanya membunuh karir guru sebagai pendidik tapi juga berdampak pada terlantarnya keluarga yang menjadi tanggungan para korban.
Sementara itu hingga kini belum ada tanggapan dari manajemen Al Zaytun mengenai kasus pemecatan ratusan guru.
Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/habis-liburan-sekolah-ratusan-guru-ponpes-al-zaytun-dipecat.html
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya di Blog Pak Pandani | Belajar dan Berbagi. Jika ada pertanyaan, saran, dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini....
Salam Pak Pandani